Guru adalah teladan. Di sekolah, guru menjadi panutan bagi para siswa, dan di masyarakat sosok guru dianggap sebagai rujukan ilmu. Seorang pelatih di bidang pendidikan, David Hodgson menjelaskan fungsi penting guru di sekolah. Hodgson yang berpengalaman sebagai konsultan dalam meningkatkan cara belajar di sejumlah sekolah di Inggris, mengatakan unsur guru menjadi salah satu penentukesuksesan dalam proses belajar-mengajar.
“Pertama, saya ingin bertanya, apa motovasi Anda datang ke sekolah untuk mengajar?” kata Hodgson kepada puluhan peserta Konferensi Pendidikan Global Educational Supplies and Solutions Indonesia (GESS) di Jakarta, Kamis 15 September 2016. Beberapa jawaban yang muncul adalah guru merasa harus ke sekolah sekadar memenuhi kewajiban profesinya dan mendapatkan gaji, supaya tak bosan atau jenuh di rumah, senang bertemu dengan kolega, menyukai anak-anak, dan ingin membawa perubahan positif.
Tentu jawaban pertama adalah yang terburuk. Dan dua terakhirmerupakan jawaban terbaik. “Inilah yang membedakan karakter mengajar seorang guru,” ujar Hodgson. Berangkat dari motivasi mengajar itu, seorang guru kerap lupa bagaimana bahasa tubuh merekaketika berinteraksi dengan siswa.Bahasa tubuh yang dimaksud Hodgson, misalnya bagaimana guru itu tersenyum kepada siswa, memberikan penjelasan dengan ucapan yang baik dan intonasi yang sesuai, sampai pada guru yang semestinya menyambut siswa yang datang ke sekolah di depan gerbang. “Guru itu adalah rujukan,” ujarnya. “Guru punya kekuatan dalam membentuk perkembangan anak.”Hodgson lantas menceritakan pengalaman dia saat menjadi konsultan di sebuah sekolah dasar di London, Inggris. Ketika menilik bagaimana seorang guru memberikan materi pelajaran dan ada siswa yang kesulitan memahami, si guru sampai menangis di depan kelas. “Kepala sekolah menjelaskan guru itu menangis bukan karena putus asa siswa tak jua mengerti,melainkan ada persoalan pribadi,” ujar Hodgson mengutipketerangan kepala sekolah.
Sebelum menghadapi para siswa di kelas, Hodgson berpesan, guruharus memiliki pikiran dan perasaan yang tenang. “Jangan membawa masalah pribadi Anda ke dalam kelas,” katanya. Hodgson mengibaratkan seperti orang yang hendak memberikan masker oksigen ketika tekanan udara di dalam pesawat rendah, maka orang itu harus menolong dirinya sendiri dulu sebelum memasangkan masker oksigen kepada orang lain.Para guru juga diharapkan memahami kemampuan siswanya satu persatu. Ketidakcakapan siswa dalam mengerjakan tugas menjadi tanda bahwa tantangan yang diberikan oleh guru tidak sejalan dengan kemampuannya. “Anak bisa stress jika tantangan yang dia hadapi tak sesuai dengan skill-nya,” ujarnya.
Sebab itu, menurut Hudgson, penting untuk membangun hubungan agar guru dan siswa saling memahami.
“Hubungan yang kuat dan positif akan membuat perubahan pada anak,” ujarnya. Ingat, anak-anak tidak akan belajar dari orang yang tidak mereka sukai.
“Pertama, saya ingin bertanya, apa motovasi Anda datang ke sekolah untuk mengajar?” kata Hodgson kepada puluhan peserta Konferensi Pendidikan Global Educational Supplies and Solutions Indonesia (GESS) di Jakarta, Kamis 15 September 2016. Beberapa jawaban yang muncul adalah guru merasa harus ke sekolah sekadar memenuhi kewajiban profesinya dan mendapatkan gaji, supaya tak bosan atau jenuh di rumah, senang bertemu dengan kolega, menyukai anak-anak, dan ingin membawa perubahan positif.
Tentu jawaban pertama adalah yang terburuk. Dan dua terakhirmerupakan jawaban terbaik. “Inilah yang membedakan karakter mengajar seorang guru,” ujar Hodgson. Berangkat dari motivasi mengajar itu, seorang guru kerap lupa bagaimana bahasa tubuh merekaketika berinteraksi dengan siswa.Bahasa tubuh yang dimaksud Hodgson, misalnya bagaimana guru itu tersenyum kepada siswa, memberikan penjelasan dengan ucapan yang baik dan intonasi yang sesuai, sampai pada guru yang semestinya menyambut siswa yang datang ke sekolah di depan gerbang. “Guru itu adalah rujukan,” ujarnya. “Guru punya kekuatan dalam membentuk perkembangan anak.”Hodgson lantas menceritakan pengalaman dia saat menjadi konsultan di sebuah sekolah dasar di London, Inggris. Ketika menilik bagaimana seorang guru memberikan materi pelajaran dan ada siswa yang kesulitan memahami, si guru sampai menangis di depan kelas. “Kepala sekolah menjelaskan guru itu menangis bukan karena putus asa siswa tak jua mengerti,melainkan ada persoalan pribadi,” ujar Hodgson mengutipketerangan kepala sekolah.
Sebelum menghadapi para siswa di kelas, Hodgson berpesan, guruharus memiliki pikiran dan perasaan yang tenang. “Jangan membawa masalah pribadi Anda ke dalam kelas,” katanya. Hodgson mengibaratkan seperti orang yang hendak memberikan masker oksigen ketika tekanan udara di dalam pesawat rendah, maka orang itu harus menolong dirinya sendiri dulu sebelum memasangkan masker oksigen kepada orang lain.Para guru juga diharapkan memahami kemampuan siswanya satu persatu. Ketidakcakapan siswa dalam mengerjakan tugas menjadi tanda bahwa tantangan yang diberikan oleh guru tidak sejalan dengan kemampuannya. “Anak bisa stress jika tantangan yang dia hadapi tak sesuai dengan skill-nya,” ujarnya.
Sebab itu, menurut Hudgson, penting untuk membangun hubungan agar guru dan siswa saling memahami.
“Hubungan yang kuat dan positif akan membuat perubahan pada anak,” ujarnya. Ingat, anak-anak tidak akan belajar dari orang yang tidak mereka sukai.
No comments:
Post a Comment